LUWU -- Adanya dugaan keterlibatan kepala Desa Towondu, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan pada Penambangan Tanpa Izi...
LUWU -- Adanya dugaan keterlibatan kepala Desa Towondu, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan pada Penambangan Tanpa Izin (PETI). Disorot Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK).
Berdasarkan keterangan salah seorang warga yang mengaku pemilik lahan, bahwa sebagian lahan yang digunakan PETI, Suparman mengaku jika tanah urug yang diangkut merupakan hasil pengerukan dari lahannya untuk di komersialkan.
"Yang dibelakang, dan sementara diratakan itu lahan saya. Luasnya kurang lebih satu hektar,". kata Suparman, saat ditemui di lokasi, Senin, (10/02/2025).
Suparman mengaku, jika hasil pengerukan kemudian dijual kepada masyarakat yang membutuhkan. Dia juga menyebut, ada setoran masuk ke pihak Desa melalui Bumdes senilai Rp. 5.000,-/ ret.
"Setiap retnya diberi ke pihak Desa senilai lima ribu. Sehari paling banyak lima puluh ret, tergantung cuaca,". Ungkapnya.
Dilain sisi tim L-KONTAK mempertanyakan terkait bukti kepemilikan lahannya kepada Suparman, ia mengaku tidak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). menurut Sukriadi, SH, Divisi Hukum L-KONTAK, jika hanya memiliki bukti penguasaan fisik Pajak Bumi Bangunan (PBB), apa dasarnya di komersialkan.
"Kalau tidak punya SHM, lalu apa hak dia menjual tanah urug disana? Yang parahnya, Kepala Desa menurut Suparman melakukan kesepakatan dengan pihak pengusaha. Dan itu disetorkan ke Bumdes katanya,". Ujar Sukri.
Lanjut Sukri, Suparman juga membeberkan penjualan tanah urug itu senilai Rp. 170.000,- /mobil dengan ketentuan biaya pengangkutan ditanggung oleh pembeli.
Pengakuan operator alat berat juga mengatakan, kalau alat Dinas Pekerjaan Umum (PU) juga sering mengambil tanah urug ditempat itu.
"Ada apa dari pemerintah Desa, sampai Dinas PU ikut-ikutan? Padahal mereka mestinya yang harus memberi pemahaman. Selain bukan milik pribadi, dipastikan izin usaha penambangan (IUP) nya tidak ada," tegas Sukri.
Sukri mengatakan, harus ada keberanian dan tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang no 3 tahun 2020, tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batu bara pada Pasal 158. Yang berbunyi,
"Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
"Dalam Undang Undang tersebut sangat jelas di atur, jadi tidak ada alasan pihak pemerintah Desa, dan Daerah, serta aparat penegak hukum untuk tidak menindak para pelaku yang diduga dengan sengaja melakukan aktivitas pertambangan tanpa mengantongi izin," lanjutnya.
Setiap kegiatan baik itu pembangunan untuk usaha ataupun untuk kegiatan ibadah, jika menggunakan hasil dari PETI harus memiliki legalitas. Dia menilai, perilaku pengusaha penambang "Nakal", sering berkedok Pembangunan Masjid dan Pondok Pesantren (Ponpes) dan lain lain, padahal itu untuk dijual dengan meraup keuntungan.
"Silahkan melakukan usaha itu dengan sesuaikan prosedur, yang di buktikan dengan legalitas kepemilikan yang sah, tapi Kalau legalitas itu sama sekali tidak bisa di penuhi maka sebaiknya tidak melakukan kegiatan tambang, begitu pula dengan pemerintah Desa seharusnya melarang dan bukan malah memanfaatkan dengan mengambil keuntungan dari barang ilegal berdasarkan pengakuan Suparman? Bukankah itu namanya korupsi? Lengkapi dulu persyaratannya, jika tidak, sebaiknya Kepolisian menghentikannya, agar tidak terkesan pembiaran, seperti sekarang ini?, demi penegakan supremasi hukum,". Tutupnya.
Hingga berita ini disiarkan belum terkonfirmasi kepada kepala desa towondu.(Tim).


Tidak ada komentar